Lee Min Ho, Cinta Lama yang Belum Kelar
Annyeonghaseyo, Chingudeul!
Masih di bulan November nih, bulan debut dan kelahiran uri Lee Dong Wook Oppa yang kece nian. Pada awalnya, saya berencana menulis tentang yang bersangkutan setiap hari Jumat selama bulan ini. Apa daya, manusia hanya bisa berencana, tapi mood yang menentukan. Pekan terakhir pada bulan November ini justru akan ditutup oleh Lee Oppa yang lain, yang tidak kalah memesonanya.
Siapa dia?
*** (drum roll) *** Lee Min Hooooo ……!!!!!!
Okai, tolong jangan terjebak dengan judul. Judul boleh berbau bucin, tapi tulisan ini murni berisi kekaguman akan sosok dan perjalanan karir oppa. Eh, itu mah sama aja dengan nge-bucin yak? Wkwkwk. Mumpung ingat, silakan mampir ke tulisan ini tentang deretan Lee Oppa yang indah seperti buah plum. Kok, plum sih? Cuss, mampir aja.
Daftar Isi
Hei, Hei, Siapa Dia?
Mari kita mengulik profil singkat dari Lee Min Ho Oppa. Oppa lahir di Seoul pada tanggal 22 Juni 1987. Tinggi badannya sekarang adalah 187 cm, termasuk sangat tinggi untuk ukuran orang Asia. Waktu kecil dia bercita-cita menjadi pemain sepak bola profesional. Sayangnya, sebuah kecelakaan yang dia alami ketika dia duduk di kelas lima SD membuat dia harus melupakan cita-citanya itu.
Saat oppa duduk di kelas dua SMA, dia mulai menekuni akting. Setelah masuk ke dunia entertainment, oppa disarankan untuk tidak melakukan olahraga yang akan membuat otot kakinya besar seperti otot kaki pemain sepak bola. Hmm, jangan-jangan hal ini juga disarankan kepada semua aktor dan aktris di Korea Selatan. Pantesan aja kakinya pada ramping.
Lee Min Ho mulai diperhitungkan sebagai aktor setelah dia berperan sebagai Gu Jun Pyo di dalam drama “Boys over Flowers” pada tahun 2009. Drakor ini adalah sebuah adaptasi dari manga Jepang dengan judul yang kurang lebih sama (“Hana Yori Dango”).
Adaptasi versi Taiwan sudah lebih dulu mampir ke Indonesia pada tahun 2001, yaitu tak lain dan tak bukan drama “Meteor Garden” yang fenomenal dan sukses melejitkan Jerry Yan, Barbie Hsu, dan Vic Chou yang berperan sebagai Tao Ming Se, San Chai, dan Hua Ze Lei, respectively.
Kalau kamu mengikuti “Meteor Garden”, kemungkinan besar kamu akan penasaran dengan versi Korea Selatan-nya. Waktu Lee Min Ho bermain di dalam “Boys over Flowers”, dia sudah berkecimpung di dunia drama dan film selama kurang lebih enam tahun. Akan tetapi, “BoF” lah yang melejitkan namanya menjadi salah satu Hallyu Star yang langsung dikenal tidak hanya di Asia, tapi juga di belahan dunia lainnya.
Sampai saat ini Lee Min Ho Oppa sudah membintangi banyak drama, beberapa film, dan ribuan iklan. Iklannya yang melegenda di Indonesia adalah iklan untuk sebuah produk kopi. Untuk membintangi iklan tersebut, kabarnya oppa dibayar sangat, sangat mahal.
Kampanyenya masif. Mulai dari standing board berlukiskan sosok oppa di pintu masuk hipermarket di kota-kota besar, sampai ke stiker yang ditempelkan di pintu kompartemen di kabin pesawat terbang yang beroperasi secara lokal dan internasional.
Sebagai fans, saya pernah rutin minum kopi yang oppa iklankan. Walaupun rasanya tidak enak, lebih mirip air putih dengan perisa kopi, tapi waktu itu saya bertekad mendukung usaha oppa mencari nafkah. Bagus toh, jika seorang pria dewasa bekerja keras untuk menghidupi dirinya sendiri? Hehehe.
Lain saya, lain teman saya. Kalau saya rajin membeli produk yang oppa iklankan, teman saya rajin berfoto dengan SEMUA penampakan wajah oppa. Mulai dari bungkus kopi, kabin pesawat terbang, standing board di luar toko Innisfree di Singapura, pokoknya semua dijabanin sama teman saya itu.
Beli produknya, belum tentu. Dapat fotonya, sudah pasti. Saya belum dapat update nih bagaimana usaha dia berfoto dengan oppa yang mengiklankan Lazada.
Bagaimana Kami Bertemu?
Salah seorang eonni di dojang taekwondo tempat saya berlatih tahu bahwa saya sangat menyukai drama Korea dan para oppa. Suatu kali dia makan di sebuah restoran Korea di Jakarta dan sepulangnya ke Cikarang dia menghadiahi saya dengan sebuah kalender berisi tiga belas foto Lee Min Ho! Dua belas foto untuk dua belas bulan dan satu foto di bagian depan kalender. Jinjja gomabseumnida, uri eonni!
Waktu Baek eonni memberi saya kalender itu, sebenarnya saya cuma tahu oppa dari iklan produk kopi. Saya belum pernah menonton drama yang dia bintangi karena waktu itu saya masih nge-fans sama Song Joong Ki Oppa. Akhirnya saya coba cari-cari drakor dengan search word “Lee Min Ho” di situs ilegal k(prit-prit-prit).com yang namanya-tak-boleh-disebut.
Drama pertama yang direkomendasikan oleh situs itu adalah “Boys over Flowers”. Saya pikir, okelah, mar(i)-ki(ta)-cob(a). Saya menyelesaikannya selama berbulan-bulan karena nontonnya cuma sambil nyetrika. Kesimpulan saya adalah, saya sangat tidak suka cerita asmara antara cowok bucin (semacam Tao Ming Se dan Gu Jun Pyo) dan cewek dengan masalah mental (semacam San Chai dan Geum Jan Di). Dua-duanya sama-sama ga beres dah. Penjabarannya bisa dibaca di sini.
Banyak Oppa Lain yang Lebih Ganteng
Kegantengan itu masalah subyektif. Definisi ganteng buat saya bisa berbeda dengan definisi buat orang lain. Seseorang dibilang ganteng, dan predikat itu digaungkan berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama, karena ada konsensus. Ada sebuah kesepakatan di antara yang melihat bahwa seseorang itu ganteng, ataupun tidak.
Sejak “Boys over Flowers”, Lee Min Ho sudah diberi predikat sebagai oppa yang ganteng. Apa karena tinggi tubuhnya, atau sorot matanya yang tenang, atau pembawaannya yang kalem di depan media, atau sikapnya yang cenderung dingin dan menjaga jarak terhadap fans, entahlah. Seperti yang saya bilang sebelumnya, faktor yang menyumbang pada kegantengan seseorang itu berbeda-beda menurut pendapat setiap orang.
Banyak oppa lain yang lebih ganteng dari Lee Min Ho. Pada awal tahun 2000-an, Bae Yong Joon adalah definisi kegantengan ala Korea Selatan. Seluruh Asia dilanda kekaguman akan sosoknya yang melankolis di dalam drakor “Winter Sonata”. Setelah itu ada Lee Byung Hun yang ganteng menurut caranya sendiri (saya bukan fans sih, mian) dan berhasil berperan dalam film garapan Hollywood.
Apakah ganteng itu identik dengan maskulinitas, otot, kumis, dan jambang? Sepertinya sih tidak untuk Lee Min Ho dan deretan oppa lain yang mulai wara-wiri di Asia Tenggara sebagai Hallyu Star. Wajah mereka kinclong, lalat aja kepeleset, banyak dari mereka yang tanpa sungkan membintangi iklan produk kosmetik untuk pria. Ganteng menurut definisi baru bukan lagi soal terlihat macho atau tidak, tapi soal aura.
Iya, aura itulah yang menurut saya membuat Lee Min Ho Oppa terlihat ganteng. Keaslian dari kegantengannya? Ah sudahlah, tidak usah dibahas. Tawaran untuk operasi plastik terlalu mudah ditemui di Korea Selatan, iklan besar-besar dengan harga bersaing terpampang di sepanjang stasiun kereta, subway, mal, dan tempat keramaian lainnya.
Iklan-iklan itu memberikan opsi: hidung seperti artis A, bibir seperti artis B, dagu seperti artis C, dan seterusnya. Yang aneh, tidak satu pun dokter yang beriklan memiliki paras rupawan seperti produk yang mereka tawarkan. Saya ‘kan heyrannn.
Terus suami saya komentar gini waktu saya kompain soal iklan-iklan itu: “Ya, yang jualan Bay*on ‘kan ga harus minum Bay*on.” Saya ‘kan jadi ngakak. Sejak kapan Bay*on diminum, bukan disemprotin? Hehehe.
Oya, balik ke pertanyaan tadi: apakah oppa ganteng begitu karena operasi plastik? Ada satu fakta penting ya chingudeul, kecelakaan mobil yang dia alami pada tahun 2006 membuatnya koma selama satu bulan dan tak bisa bangun selama tujuh bulan.
Kecelakaan itu fatal, dua orang yang duduk di bagian depan mobil meninggal seketika. Oppa mengalami banyak operasi untuk memperbaiki bagian tubuhnya yang terimbas oleh kecelakaan itu. Data yang diketahui publik adalah dilangsungkannya operasi pada pahanya yang membuat tungkai oppa lebih pendek sebelah.
Kalau bagian kaki aja kena, bagian wajah juga pasti dong ya. Entah bagaimana detailnya, yang jelas kegantengan Lee Min Ho sekarang adalah kegantengan yang paripurna. Banyak fans yang bilang: sangat sempurna, tak bercacat cela. Saya mah ho oh aja, emang wajahnya ganteng.
Oppa lain banyak yang lebih ganteng dari Lee Min Ho, tapi mereka tidak punya aura yang sama. Paket kombo kegantengan ditambah aura membuat fans oppa bertambah terus, dan fans lama terus menetap. Apa pun yang oppa lakukan akan menarik perhatian. Foto dirinya yang blur atau foto anjingnya di Instagram bisa dapat dua juta like sekali posting! Luar binasa.
Banyak Oppa Lain yang Lebih Bisa Berakting
Kemampuan akting Lee Min Ho itu … minimal. Please, tolong saya jangan langsung ditimpuk. Seperti kata classmate saya, Re Ra, kita harus jadi fans yang profesional. Seperti apa sih fans yang profesional itu?
Fans yang bisa membedakan mana akting sebagai karakter di dalam drama dan mana karakter asli seorang aktor. Fans yang bisa membedakan mana romansa yang terjadi karena tuntutan skrip dan mana romansa yang real di kehidupan nyata. Fans yang bisa memuji kalau aktingnya menjiwai dan menggugah hati penonton dan yang bisa mengkritik jika aktingnya sangat tidak menghayati.
Nah, sebagai fans profesional, saya cuma bisa komen kalau aktingnya Lee Min Ho itu ya gitu deh. Ga pernah bikin tergugah, ga pernah bikin nangis bareng, ga pernah keliatan benar-benar emosional. Dari drama ke drama, mulai dari “Personal Taste” (2010), “City Hunter” (2011), “Faith” (2012), “The Heirs” (2013), “Legend of the Blue Sea” (2016), sampai ke “The King: Eternal Monarch” (2020), dan juga dua filmnya (“Gangnam Blues” (2015), “Bounty Hunters” (2016)), aktingnya ya gitu. Lempeng jaya, kalau kata orang Sunda mah.
Lee Min Ho Oppa itu spesialis peran sebagai orang kaya, chaebol pewaris tahta perusahaan (“TH”), pintar (di “PT”, “CH”, dan “LotBS”), atau raja kayak di “TKEM”. Begitu dia jadi orang susah kayak di “Faith” dan “Gangnam Blues”, langsung deh zonk banget. Aktingnya maksa dan ga bisa dipercaya, oppa udah paling cocok jadi orang serba ada dengan kepribadian bagus (istana pribadi, mobil pribadi, dayang pribadi, dan lain sebagainya).
Banyak oppa lain yang lebih bisa berakting, itu tidak bisa dipungkiri. Oleh karena itu akting Lee Min Ho Oppa hanya bisa dinikmati karena faktor visualnya yang sangat menonjol; oppa memang gantengnya paripurna dan tak bercacat cela.
Bersemi Kembali atau Belum Kelar?
Seperti hal lainnya di dunia ini, cinta pada idola ada awal dan akhirnya. Durasinya tergantung banyak hal; salah satunya adalah performa karya si idola dan intensitas dari interaksi di antara idola dengan penggemarnya. Saya menyukai drama Korea karena deretan oppa yang bening dengan kemampuan akting yang jauh di atas aktor lokal. Bagaikan langit dan bawah tanah dah, ga usah dibandingin.
Kekuatan akting dan pancaran aura adalah satu-satunya kriteria saya untuk menggemari seorang aktor. Untuk Lee Min Ho Oppa kriterianya agak berbeda. Saya adalah fans oppa bukan karena aktingnya, tapi karena visualnya. Setidaknya saya dulu, sekitar tahun 2016 sampai 2017, berpikir demikian.
Ternyata pada tahun 2020 ini saya menyadari bahwa kekuatan akting tetaplah yang paling penting. Walaupun visual oppa di dalam drama “The King: Eternal Monarch” itu sangat surreal, pada akhirnya saya meninggalkan drama itu karena jalan ceritanya dan akting oppa di situ yang sangat, sangat di bawah ekspektasi saya.
Bayangkan, saya sudah menanti-nantikan drama itu sebagai drama pertama setelah oppa menyelesaikan wajib militer. Namun, kok kualitasnya begitu? Saya yang menggemari akting Lee Min Ho bisa jatuh ketiduran pada setiap episode. Pada episode ke-4 saya menyerah menonton dengan khusyuk dan memilih skip banyak kali sampai mencapai episode ke-15.
Episode ke-15 dan ke-16 saya tonton dengan hati kecewa. Kok gini? Writer-nim katanya jago, karyanya sudah banyak, kok bikin skrip yang begini? Salah di PD, sutradara, atau apakah, tapi sungguh drama ini terlalu absurd dan membuang-buang waktu untuk dilanjutkan.
Sayangnya, pesona visual oppa itu terlalu kuat. Sekali aja classmate di www.drakorclass.com share foto Lee Min Ho bertahun-tahun yang lalu, saya yang sudah keburu misuh-misuh jadi oleng. Astaga, oppa, kenapa saya lupa alasan saya menjadi fansmu? Tentu saja bukan karena kemampuan aktingmu yang saya akui standar sekali.
Gara-gara foto yang di-share itu saya jadi nonton dramanya yang lama, sepuluh tahun yang lalu, bok. “Personal Taste” yang Lee Min Ho bintangi bersama Son Ye Jin menurut saya adalah dramanya yang paling bagus. Bagus dalam artian:
- Jalan ceritanya sederhana.
Seorang arsitek mengaku gay supaya bisa diterima indekos di sebuah rumah tradisional yang desainnya berniat dia survei/tiru untuk memenangkan sebuah lomba. Si induk semang tentu saja adalah seorang wanita cantik nan polos nan ceroboh nan punya trauma masa lalu, uri Ye Jin eonni. Witing tresno jalaran soko kulino, sebuah peribahasa Jawa yang berarti cinta datang karena sering bareng sangat berlaku untuk drama ini. Tinggal serumah (seperti sejuta drakor lain) membuat mereka berdua diam-diam memendam rasa pada satu sama lain. Masalah mulai muncul ketika motivasi asli si arsitek ketahuan oleh si ibu kos. Akankah cinta memaafkan dan melupakan?
Dari premisnya saja saya sudah tertarik untuk menontonnya, dan kapan hari saya menontonnya lagi untuk yang ketiga kali (kalau ga salah, hehehe). Jalan cerita yang ga rumit memang cocok buat Lee Min Ho. Jalan cerita yang kompleks, bertele-tele, dipanjang-panjangkan seperti drama “Boys over Flowers” menunjukkan oppa yang keteteran di pertengahan dari total episode. Karena kelelahan, pastinya.
2. Akting yang sederhana.
Kayaknya, ga susah buat oppa untuk berakting dingin dan menjaga jarak. Dari sorot matanya saja sudah cenderung sombong. Bukan sombong yang merendahkan orang lain sih, tapi sombong yang seperti bilang “gua ga butuh elu”. Lee Min Ho tuh cocok meranin karakter yang gini, yang terbiasa sendirian. Tapi … sekalinya hatinya tertambat, ambyar sudah, ga cocok lagi dengan imej awalnya.
Kenapa oppa jadi pecicilan sih? Aktingnya setelah karakternya jadian dengan karakter Son Ye Jin bikin saya cringing. Oppa ga cocok berakting sedang kasmaran dan romantis, asyik pacaran sambil curi-curi pandang dan kisseu. Ga cocok, blas. Astaga, saya ini fans profesional yang sangat bawel ya, hahaha.
Setelah menonton “Personal Taste” saya mengambil kesimpulan: saya masih fans Lee Min Ho Oppa. Bukan karena aktingnya yang daebak banget, tapi karena kegantengannya. Dan … saya jauh lebih suka oppa sepuluh tahun lalu dibandingkan sekarang. Kalau kata classmate yang lain: “Lee Min Ho ganteng sih, tapi kayak ada yang ga pas dengan wajahnya.”
Wadaw, saya kan jadi penasaran, memangnya apa yang dikonstruksi di situ sampai kelihatan tidak pas? Setelah mendengar jawaban Cho Sweeney, saya manggut-manggut. Bener juga. Pantesan survei yang saya pernah bikin di Facebook tiga tahun lalu tentang bagian wajah oppa yang sudah dipermak mendapatkan hasil yang sama dengan yang dikatakan uri eonni. Ternyata ada lebih dari satu orang yang memperhatikan hal itu.
All in all, saya sekarang CLBK dengan uri oppa. Bukan bersemi kembali karena nonton drama lamanya, bukan itu. Cintanya yang memang belum kelar. Cinta seorang fans yang masih berharap oppa akan mengambil kursus akting lanjutan atau apa kek, yang penting bisa keluar dari zona nyaman dan membuat gebrakan-gebrakan baru di dunia entertainment Korea Selatan.
Duileh, bahasanya. Ini bonus foto dari saya untuk malam ini. Selamat mimpi indah!
Penulis novel dan cerpen dalam bahasa Inggris.
Penggemar filsafat, traveling, taekwondo, piano, buku, film, dan tentu saja drama Korea.
rijotobing.wordpress.com
Tinggalkan Balasan