Chingudeul, adakah yang sedang mengikuti ongoing drama Korea berjudul “Vincenzo“? Kalau ya, artikel ini tepat untukmu.
“Vincenzo” mulai ditayangkan pada bulan Februari lalu dan sudah mencapai episode ke-10 dari total 16 episode. Drama yang dibintangi oleh Song Joong Ki ini diproduksi oleh Studio Dragon yang sudah memroduksi serangkaian drama hits seperti “Crash Landing on You” (2019) dan “Start Up” (2020), dan hak siarnya dipegang oleh tvN.
Daftar Isi
SINOPSIS KDRAMA “VINCENZO”
Premis dari drama “Vincenzo” sebenarnya sederhana. Seorang keturunan Korea (Song Joong Ki) diadopsi oleh pasangan dari Italia waktu dia berusia 5 tahun. Setelah dewasa, pria yang bernama Italia Vincenzo Cassano ini bekerja sebagai pengacara/penasihat untuk keluarga mafia, dan dia berperilaku tidak kalah kejam dari orang-orang yang dia panggil sebagai bos.
Sebagai antek kejahatan, Vincenzo memiliki usaha sampingan. Dia dan seorang Korea bernama Cho Young Woon menyediakan tempat untuk menyimpan emas ilegal yang ditimbun oleh seorang pengusaha dari Cina. Tempatnya adalah sebuah pusat perbelanjaaan bobrok (semacam ITC kalau di Indonesia) yang bernama Geumga Plaza (aslinya adalah pusat perbelanjaan tua bernama Sewoon Cheonggye Plaza). Emas senilai 13 milyar Won itu disimpan di basement di bawah sebuah kuil Buddha. Cerita singkatnya bisa kamu baca di sini.
Setelah pemilik emas meninggal tiba-tiba, Vincenzo pulang ke Seoul dan berniat mengambil emas itu dan membaginya dengan Manager Cho, orang yang memiliki sertifikat kepemilikan Geumga Plaza. Sayangnya, Geumga Plaza diincar oleh Babel, sebuah perusahaan farmasi yang terkenal licik dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan mereka. Rencananya mereka akan merobohkan Geumga Plaza dan membangun Babel Tower di atasnya.
Wih, Babel Tower, analogi yang sempurna untuk kecongkakan manusia.
Kalau Geumga Plaza dirobohkan, bagaimana dengan nasib emas yang hendak diambil oleh Vincenzo dan Manager Cho? Dapatkah Manager Cho sebagai pemilik Geumga Plaza tetap melangsungkan transaksi dengan pihak Babel walaupun para penyewa di sana tidak mau pindah karena mereka sudah lama tinggal dan membuka usaha di sana?
Dari sini kita akan mengulik beberapa hal mengenai hukum kepemilikan, jual-beli, dan properti di Korea Selatan.
SEAL STAMP DI KOREA SELATAN
Di Indonesia, orang menggunakan tanda tangan untuk mengkonfirmasi pengetahuan dan kesadarannya akan sebuah pernyataan, dokumen, perjanjian, dan sebagainya. Untuk memperkuat posisi pernyataan/dokumen/ perjanjian di mata hukum, orang menambahkan penggunaan meterai sesuai dengan nilai transaksi yang dicakup di dalam pernyataan/dokumen/perjanjian tersebut.
Tanda tangan bersifat unik untuk setiap orang dan akan muncul berbeda setiap kali dibubuhkan. Sayangnya, tanda tangan juga paling mudah dan sering dipalsukan karena bentuknya yang tidak konsisten.
Di Korea Selatan (dan juga Jepang, tempat saya pernah tinggal), orang menggunakan seal stamp sebagai perwakilan identitas dirinya dan sebagai penguat konfirmasinya atas sebuah pernyataan/dokumen/perjanjian.
Seal stamp yang disebut 도장, dojang, dalam bahasa Korea berbentuk kurang lebih seperti ini:
Dojang terbuat dari batu atau kayu yang berfungsi seperti tanda tangan di belahan dunia lainnya. Orang Korea menggunakan dojang sejak abad kedua sebelum Masehi dan sampai sekarang masih menggunakannya untuk mengkonfirmasi dokumen resmi.
Setiap orang Korea memiliki dojang yang berukirkan nama mereka. Setiap dojang tampil unik dan dapat dibedakan satu sama lain. Dojang untuk orang Korea yang bernama umum biasanya menggunakan aksara Cina (hanja) untuk mengetahui akar/asal usul dari nama tersebut.
Di dalam drama “Vincenzo”, mengapa kepemilikan Geumga Plaza akhirnya berpindah tangan dari Manager Cho ke Babel, walaupun Manager Cho dan semua tenant yang tersisa sudah bersikeras tidak akan menjual plaza tersebut? Hal ini disebabkan oleh Babel yang memaksa Manager Cho untuk mensahkan perjanjian jual beli dengan menggunakan dojang-nya.
Memang ini kelemahan dari penggunaan dojang. Begitu ia berpindah tangan, dengan atau tanpa sepengetahuan pemilik aslinya, dojang dapat disalahgunakan untuk hal-hal di luar kuasa pemilik dojang tersebut.
Kehilangan dojang juga dapat mengakibatkan keributan dan kehebohan yang tidak bisa diabaikan. Sebut saja contohnya di dalam drama “Mr Queen” (2020) ketika raja baru pengganti Cheoljong akan dinobatkan. Raibnya royal steal stamp (eobo (御寶)) yang merepresentasikan kekuasaan dan otoritas raja/kerajaan mengakibatkan upacara penobatan raja baru tidak dapat dilangsungkan.
Oleh karena Manager Cho sudah menggunakan dojang-nya untuk menjual Geumga Plaza ke pihak Babel, keseluruhan properti beserta semua aset di dalamnya (ya, termasuk emas berton-ton itu) sudah menjadi hak pemilik baru.
Di mata hukum, Vincenzo dan tenant di Geumga Plaza sebenarnya tidak berhak menghalang-halangi pemilik baru untuk menduduki properti yang mereka baru beli. Di mata hukum, Vincenzo dan para tenant bisa dituntut karena tresspassing, atau memasuki properti orang lain tanpa ijin dari pemilik properti yang bersangkutan.
Yah, namanya juga drama, ya ‘kan? Terima saja semua hal yang tidak masuk akal atas nama bucinitas terhadap Song Joong Ki, hehehe.
SISTEM KEPEMILIKAN PROPERTI DI KOREA SELATAN
Properti di Korea dapat dimiliki denggan cara kepemilikan tunggal (sole ownership) atau kepemilikan bersama (joint ownership). Kepemilikan bersama dibagi menjadi tiga tergantung pada tipe relasi di antara orang-orang yang memiliki bersama sebuah properti.
- Gongyu: para pemilik properti tidak memiliki hubungan satu sama lain. Oleh karena itu, setiap pemilik berhak melepaskan hak kepemilikannya tanpa harus meminta persetujuan pemilik lain.
- Hapyu: para pemilik properti memiliki hubungan partnership yang bersifat legal dan berjangka waktu. Penggunaan/penguasaan properti harus mendapatkan persetujuan dari semua partner.
- Chongyu: properti dimiliki oleh sebuah organisasi. Penggunaan/penguasaannya harus mendapatkan persetujuan dari anggota organisasi sejumlah kuorum yang disepakati oleh organisasi itu untuk mencapai sebuah kesepakatan/menghasilkan sebuah keputusan.
Ketika mengikuti drakor “Vincenzo” sudah jelas bahwa Geumga Plaza dimiliki dengan sistem sole ownership atas nama Manager Cho. Akan tetapi, mengapa sepertinya sulit sekali membuat para tenant keluar dari situ? Dan mengapa Manager Cho (dan kemudian Vincenzo) merasa perlu menyediakan tempat baru untuk para tenant supaya mereka mau angkat kaki?
SISTEM PENYEWAAN TEMPAT USAHA DI KOREA SELATAN
Pembayaran sewa di Korea Selatan menganut dua sistem:
- Pembayaran sewa secara bulanan, seperti yang dijumpai di Jepang dan Perancis.
- Cheonsei, yang mengharuskan penyewa membayar uang deposit yang biasanya digunakan jika penyewa gagal membayar uang sewa bulanan. Pada akhir masa sewa, cheonsei akan dikembalikan utuh selama penyewa tidak menimbulkan kerusakan yang berarti pada properti.
Harga dan masa sewa tergantung negosiasi dan kesepakatan di antara pemilik dan penyewa tempat usaha. Penyesuaian harga sewa biasanya mengacu pada angka yang diterima secara umum seperti tingkat inflasi dan tingkat konsumsi. Jika kondisi ekonomi negara berubah secara drastis, maka pemilik tempat usaha berhak menaikkan harga sewa sampai maksimal 5% dari harga sewa tahunan (Protected Commercial Leases).
Seorang penyewa tempat usaha tidak memiliki hak mutlak untuk memperbaharui masa sewanya di akhir kontrak. Akan tetapi, pemilik tempat usaha tidak bisa menolak jika penyewa meminta perpanjangan masa sewa dengan alasan yang masuk akal, atau penyewa sudah menempati obyek sewa lebih dari 10 tahun (dulu batas waktunya 5 tahun dan hal ini diubah menjadi 10 tahun pada tahun 2018).
Hak penyewa tersebut dilindungi oleh Commercial Building Lease Protection Act (CBLPA) yang diperbaharui baru-baru ini pada tanggal 16 Oktober 2018 untuk menyediakan perlindungan lebih kuat untuk tenant dalam hal pembaharuan masa sewa.
Selain soal pemilik tempat usaha tidak boleh menolak perpanjangan masa sewa jika tenant sudah meninggali obyek sewa lebih dari 10 tahun (tadinya 5 tahun), tenant juga berhak meminta perpanjangan masa sewa sejak 6 bulan sebelum kontrak sewa berakhir (tadinya 3 bulan). Aturan yang kedua ini berlaku backdated untuk semua perjanjian sewa-menyewa sebelum undang-undang CBLPA diamandemen.
Namun demikian, ada hukum lain yang menyatakan bahwa kontrak penyewaan tempat usaha tidak wajib diselesaikan jika ada perpindahan kepemilikan dari obyek sewa. Tempat yang berpindah tangan tidak otomatis memiliki fungsi yang sama, misalnya awalnya plaza perbelanjaan dan akan tetap menjadi pusat perbelanjaan di tangan pemilik baru. Jadi, secara hukum Babel sebagai pemilik baru berhak merobohkan Geumga Plaza dan membangun sesuatu yang baru di atasnya.
Di dalam drama “Vincenzo”, para tenant berkali-kali menegaskan mereka sudah lama tinggal dan membuka usaha di Geumga Plaza. Memang di Geumga Plaza ada sederetan apartemen sederhana yang juga ditempati oleh Vincenzo. Saya menduga mereka sudah tinggal di sana lebih dari 10 tahun dan oleh karena itu berhak untuk tidak keluar dari obyek sewa seperti yang dinyatakan oleh hukum.
Para tenant dapat mempertahankan hak mereka atas pengembalian deposit atau menghabiskan masa sewa sesuai dengan kontrak dengan pemilik lama, tergantung pada jenis pendaftaran usaha yang mereka lakukan pada pemerintah setempat. Di sini seharusnya letak negosiasi di antara Babel sebagai pemilik baru Geumga Plaza dan para tenant yang posisinya dilindungi oleh hukum.
Akan tetapi, berhubung ini drama, boro-boro ada negosiasi, yang ada centeng dan preman beraksi.
PENUTUP
Drama Korea lagi-lagi membuktikan fungsinya sebagai jendela untuk kita melongok kebudayaan dan kebiasaan dari negara lain. Saya tiba-tiba terpikir untuk menuliskan soal hukum properti ini karena saya teringat sebuah kesulitan yang dihadapi oleh taekwondo dojang (ini bukan dojang yang berarti seal stamp, tetapi dojang yang berarti sasana olahraga) tempat saya dan anak-anak berlatih.
Setelah dojang kami menempati sebuah ruko selama bertahun-tahun, pada tahun 2017 si pemilik ruko tiba-tiba menaikkan harga sewa sebesar 50% dari harga lama, menjelang akhir masa sewa. Sabeomnim (guru taekwondo) dan federasi yang mempekerjakannya tentu sangat terkejut.
Di Korea Selatan, masa sewa dan pembayaran sewa sebuah tempat usaha biasanya bulanan, dengan atau tanpa deposit (cheonsei). Di Indonesia, masa sewa dan pembayaran sewa sebuah tempat usaha biasanya tahunan, dengan harga yang dikurangi untuk masa sewa lebih dari satu tahun. Pada umumnya tidak ada sistem deposit pada sewa-menyewa tempat usaha (atau ruko) di Indonesia.
Perbedaan kebiasaan antara Korea Selatan dan Indonesia ini tentu harus dipersiapkan secara bisnis oleh federasi yang membawahi dojang. Harga sewa setahun tentu jauh lebih besar dari harga sewa bulanan, dan dojang harus memproyeksikan berapa murid yang mendaftar supaya biaya operasional (gaji guru, gaji pegawai, perawatan tempat, dan sebagainya) dapat ter-cover.
Terus terang saya tidak menemukan hukum yang melindungi hak penyewa tempat usaha di Indonesia seperti Commercial Building Lease Protection Act (CBLPA) di Korea Selatan. Saya menduga harga sewa yang gila-gilaan adalah cara pemilik tempat usaha untuk mengatasi kerusakan dan/atau pengabaian kewajiban (kelalaian membayar tagihan air, listrik, dan lainnya) oleh si penyewa (tenant) yang menempati obyek sewa, di tengah ketiadaan payung hukum di Indonesia.
Adakah hal lain yang kamu ingin tahu tentang hukum properti di Korea Selatan sana? Share di kolom komentar, yuk.
Saat ini yang jelas saya gemas melihat perkembangan drakor “Vincenzo” yang sudah mengungkapkan siapa bos Babel sebenarnya. Saya juga penasaran bagaimana upaya Vincenzo untuk mengambil emas di basement Geumga Plaza tanpa menimbulkan kecurigaan para tenant yang memang sudah curiga. Hehehe.
Penulis novel dan cerpen dalam bahasa Inggris.
Penggemar filsafat, traveling, taekwondo, piano, buku, film, dan tentu saja drama Korea.
rijotobing.wordpress.com
Tinggalkan Balasan