Seringkali saya mendengar pernyataan yang bilang kalau tontonan K-Drama alias drakor langsung nyerah aja deh ga nonton. Atau ada juga yang bilang ga berani nonton drakor, takut ga bisa berhenti. Ada lagi pendapat yang bilang nggak bisa ngerti drakor, soalnya ga bisa bedain wajahnya dan harus baca teksnya, jadi nontonnya ga bisa sambil mengerjakan sesuatu.
Setiap orang yang belum kenal dengan drakor pasti jawab begitu, ya tak kenal maka tak tahu. Tapi coba ditanya dengan yang suka menonton drakor, apa jawaban mereka? Apakah masih akan bilang nonton drakor itu tidak sehat karena selalu bikin jadi begadang? Atau nonton drakor itu bikin penontonnya jadi halu? Bisa jadi begitu, tapi kemungkinan mereka juga halu dengan semua bintang film dari negara manapun bukan dari Korea saja.
Memang drakor menjadi semakin populer sejak Netflix banyak menayangkan drama produksi Korea Selatan ini. Tapi kalau diperhatikan, banyak loh serial drakor produksi Netflix yang ceritanya berbeda dengan drakor yang dikasih label bikin halu itu. Ceritanya beragam dan cukup bersaing dengan produksi film dari Hollywood.
Daftar Isi
Semua Drama Sama Saja
Dulu, sebelum saya menonton drakor, saya pada dasarnya suka menonton berbagai film seri. Tidak terbilang banyaknya serial yang saya tonton. Saya dulu juga suka loh mengikuti sinetron seperti Dewi Fortuna ataupun Pernikahan Dini nya Agnes Monica. Tapi, belakangan memang saya tidak menonton sinetron lagi karena merasa terlalu banyak cerita yang mirip dan terasa banget kalau ceritanya di lama-lamain. Belum lagi kalau nontonnya di televisi, ada banyak sekali iklan lewat.
Opera sabun telenovela sejenis Marimar, Isaura dan berbagai serial yang sudah disulih suara juga banyak yang pernah saya tonton. Pastinya dulu menontonnya di televisi, sekali seminggu dan harus sabar menunggu iklan lewat.
Serial amerika yang saya tonton itu awalnya juga menonton sekali seminggu di televisi. Tapi belakangan saya menonton serial yang sudah tersedia di cd dan dvd. Jadi saya bisa menonton serialnya langsung sampai habis dan terkadang beberapa season. Saya ingat, saya bahkan pernah berusaha nonton serial 24 yang diklaim kejadian nya menggunakan waktu yang sama dengan kehidupan nyata. Jadi cerita yang berlangsung 24 jam itu ada 24 episode yang ceritanya banyak hal terjadi dan bahkan bisa berubah dalam hitungan menit.
Drama Dari Tiap Negara Ada Ciri Khasnya
Pada dasarnya saya memang suka menonton. Dari menonton berbagai film maupun serial, saya bisa melihat setiap negara ada ciri khasnya. Tapi walaupun disebut ciri khas, beberapa hal itu bisa berubah. Banyak yang berusaha mengikuti selera pasar, atau sekedar berusaha meniru cerita Hollywood yang sukses.
Bollywood
Sebut saja film India alias Bollywood. Biasanya saya akan langsung mengidentifikasi film India dengan sekelompok orang tiba-tiba bernyanyi bersama dan menari-nari, atau kalau ada pohon atau tiang, pasti deh langsung dipeluk. Kalau bukan itu, akan selalu ada inspektur polisi yang bernama Vijay. Seringkali konfliknya adalah cerita keluarga yang saling berseteru antara polisi dan mafia tapi anaknya saling mencintai ala Romeo dan Juliet.
Tapi, ketika ada film “Kuch-Kuch Hota Hai”, ceritanya mulai terasa berbeda. Apalagi ceritanya, awalnya anak muda film Indianya menikah bukan dengan cinta pertamanya.
Dorama Jepang
Saya juga sempat menonton beberapa dorama Jepang. Dulu saya suka dengan “Tokyo Love Story” yang disiarkan di sore hari di stasiun tv lokal di Indonesia. Tapi, sebenarnya waktu itu saya pikir ceritanya akan mirip dengan “Oshin”. Tapi ternyata berbeda sekali. Apalagi, cerita Oshin itu lumayan panjang dan sepertinya saya tidak ingat lagi apakah saya menonton sampai akhir atau tidak.
Sekarang ini saya tidak suka dengan dorama Jepang, selain karena jumlah episodenya agak panjang, entah kenapa ceritanya agak lebih vulgar atau kejam buat ukuran saja. Mungkin saja saya yang salah memilih dorama, tapi kemarin melihat serial Tokyo Love Story versi 2020, kok ya saya jadi terkaget-kaget dengan cerita yang sangat berbeda dengan cerita versi terdahulu.
Drama Cina
Cerita drama Cina masa lalu biasanya identik dengan vampir yang loncat-loncat, atau cerita bibi Lung dan pendekar rajawali. Siapa yang masih ingat dengan Judge Bao? Serial drama Cina sejenis itu masih ada sampai sekarang loh, tapi saya tidak menontonnya lagi karena menurut saya jumlah episodenya terlalu panjang.
Drama Korea
Drama Korea awalnya populer di Indonesia dengan aktor yang ganteng dan aktris yang cantik. Padahal semua bintang film ya jadi bintang karena fisiknya, bukan hanya orang Korea saja. Lalu sekarang ini industri drama Korea berhasil mengukuhkan namanya bahkan lebih sering masuk peringkat 10 besar di Netflix, layanan streaming yang bisa ditonton di seluruh dunia.
Tapi, apakah ada yang menyadari kalau drama Korea sudah mengalami banyak sekali variasi dan bukan lagi cerita cinta yang manis dan selalu berakhir bahagia?
Lakorn Thai
Hampir ketinggalan, karena tinggal di Thailand, saya juga pernah menonton drama Thailand. Lakorn Thailand ini agak mirip dengan sinetron Indonesia yang suka mata melotot atau teriak-teriak agak gak jelas, tapi ada juga kok ceritanya yang berbeda.
Banyak yang bilang, tidak suka drama Thailand karena suara orang-orangnya melengking. Kalau saya sih nggak suka Lakorn Thailand karena terkadang ceritanya banyak cerita anak muda yang terlalu bebas padahal masih anak sekolah, ataupun ada hubungan penyuka sesama.
Bukan Salah Dramanya
Jadi kira-kira apakah hanya drama Korea bikin penonton halu dan begadang menonton sampai pagi. Padahal, semua serial televisi yang sudah tersedia lengkap di berbagai layanan streaming itu ya sama saja tidak baik untuk kesehatan. Kenapa seringnya orang menuduh dramanya yang salah dan bukan orang yang ga tau waktu untuk nontonnya yang salah?
Saya tahu tidak semua orang suka menonton film. Masih banyak orang yang memilih membaca buku daripada menonton film. Tapi sebenarnya, kebanyakan orang yang suka menonton film dan serial, cepat atau lambat akan menerima drama Korea.
Sebut saja drama Squid Game, saya rasa drama ini sangat berbeda sekali dengan drama Korea yang dibilang bikin halu karena kegantengan atau kecantikan para pemerannya. Saya yakin, untuk yang memang suka menonton banyak yang tadinya tidak menonton drakor jadi ikutan melirik Squid Game ini. Berkebalikan dengan orang-orang yang menonton drakor populer, saya malah lebih sering tidak menonton drama yang saya tahu ceritanya tidak cocok untuk saya.
Pada akhirnya, semua yang terlalu banyak itu tidak baik. Makanya lebih baik yang sedang-sedang saja. Kalau saya sekarang memilih menonton drama Korea pun, bukan berarti saya tidak menonton serial lainnya lagi, tapi saya merasa jumlah episode dari serial Korea ini masih termasuk sedang dan cukup untuk diikuti ongoing maupun ditonton langsung dalam beberapa hari.
Jadi kembali lagi ke selera masing-masing. Kalau ceritanya bagus dan memang menarik untuk ditonton, mau produksi negara manapun pastinya akan bamyak yang menontonnya. Kalaupun sekarang drakor sering menduduki peringkat pertama di layanan streaming Netflix, itu artinya memang banyak yang menyukai cerita drama tersebut.
Kalau buat saya sih, menonton itu membuat lebih produktif. Jadi ya sambil cari hiburan tapi juga mencari inspirasi dan tetap produktif. Sekarang ini, nonton drakor yang membuat saya lebih produktif dibandingkan serial drama lainnya. Bahkan menonton drakor bisa bikin semakin produktif menulis loh.
Oh ya, kamu lebih suka mengikuti serial drama yang sudah lengkap jumlah episodenya atau mengikuti yang hanya ada 1 atau 2 episode per minggunya?
Blogger, Wife, Mom of 2 boys, Homeschooler, Crafter.
Nonton drakor (terutama romcom) untuk hiburan dan mencari ide untuk dituliskan.
Catatan belajar dan hobi tentang menulis, blog, Canva dan Kinemaster bisa dibaca di https://risna.info
Tinggalkan Balasan