Sesuai janji saya minggu lalu, mulai minggu ini kita akan membahas drama-drama lawas yang pernah dibintangi oleh Lee Dong Wook Oppa. Chingudeul, pada nonton ga drama terbaru oppa yang berjudul “The Tale of The Nine Tailed Fox” (2020)? Saya belum, karena setelah bertahun-tahun saya masih sulit move on dari drama-drama lamanya yang sangat memancarkan kegantengan dan kepiawaian oppa dalam berakting.
Pemanasan global membuat bulan-bulan yang namanya berakhiran “-ber” tidak lagi dipenuhi hujan. Bahkan di pertengahan bulan November ini curah hujan di kota Bekasi dan sekitarnya bisa dibilang sangat sedikit.
Danau buatan yang jadi keunggulan kota mandiri tempat saya tinggal saja sudah mengering. Delta terbentuk di mana-mana, tidak ada lagi orang-orang yang iseng memancing ikan. Sepi! Panas! Gerah pisan ….
Niat hati membahas drama Lee Dong Wook Oppa yang mellow-mellow dan menggambarkan “November Rain”. Akan tetapi, berhubung hujannya ga ada dan cuma panasnya aja yang nampol, mari kita membahas drama beliau yang mellow sekaligus “panas” pada masanya.
Eits, panas yang saya maksud bukan vulgar yang gimana-gimana lho, Yeorobun. Harap tenang dan tertib, wkwkwk. Drama ini “membara”, tapi di saat bersamaan mampu membuat tangis kita berderai-derai.
Drama pertama yang saya pilih untuk saya ulas berjudul “Scent of a Woman” (2011). Mengapa saya memilih drama yang berjudul sama persis dengan sebuah film Hollywood terkenal yang dibintangi oleh Al Pacino dan Chris O’Donnell (1992) ini?
Karena drakor ini sungguh penuh dengan kesedihan, berdarah-darah deh nangisnya di setiap episode. Cocok banget dengan nuansa November yang katanya identik dengan hujan. Berhubung hujan benerannya ga ada, mari kita hujan air mata baper aja.
Daftar Isi
Apakah Ada Hubungannya dengan Aroma Tubuh?
Tidak, Yeorobun. Film Hollywood yang pertama mengusung judul ini memang berkisah tentang seorang pensiunan militer yang buta (Al Pacino), yang mengenali dan membedakan orang per orang dengan cara mengendus scent, aroma tubuh mereka, hence the title. “Scent of a Woman” versi Lee Dong Wook tidak ada soal bau-bauan, tapi lebih soal tatap-tatapan maut. Aw!
“Scent of a Woman” adalah sebuah melodrama yang dibintangi oleh Lee Dong Wook sebagai male lead, Kim Sun A sebagai female lead, dan Um Ki Joon sebagai second male lead. Second female lead-nya ga usah saya sebut di sini ya karena kehadirannya tidak penting. Satu-satunya hal yang membuat saya kasihan sama karakternya adalah karena dia bertunangan dengan karakter Lee Dong Wook dan akhirnya dicampakkan.
Okelah pertunangan mereka bukan karena sama-sama cinta, tapi demi kepentingan perkembangan bisnis kedua keluarga/ perusahaan. Okelah karakter si tunangan nyebelin banget, bossy, memandang rendah rakyat jelata, gampang menyalahkan orang lain. Tapi tetep aja, dia ga sepantasnya diselingkuhi oleh karakter Lee Dong Wook. Di depan mata sendiri lagi!.
Buat kamu yang pernah menonton drakor lawas “My Name is Kim Sam Soon” (2005) yang dibintangi oleh Kim Sun A dan Hyun Bin, kamu pasti kaget dengan perubahan fisik Kim Sun A di drakor “Scent of a Woman”. Drastis banget, bok!
Kim Sun A yang dulunya berbadan agak berisi (bisa dibilang gemuklah ya buat ukuran orang Korea, kurus kalau dibandingkan sama saya, huhu), di dalam drama ini berbadan tipis banget kayak lidi. Sangat cocok untuk memerankan seorang penderita kanker yang hanya punya waktu ceunah enam bulan kurang lebih untuk hidup.
Ceritanya Lee Yeon Jae (Kim Sun A) adalah seorang pegawai biasa di sebuah perusahaan tour & travel. Tampangnya biasa saja, dia tidak pintar-pintar amat, tapi dia rajin bekerja dan suka membantu orang lain. Sifatnya yang gemar menolong ini yang membuat dia sering dimanfaatkan oleh rekan kerjanya.
Pada suatu malam yang random, Yeon Jae bermimpi jodohnya adalah seorang pria yang bernama William. Mimpinya itu membuat dia heran karena walaupun dia bekerja di sebuah perusahaan tour & travel, Yeon Jae belum pernah bepergian sekali pun. Dia juga tidak mengenal orang asing yang mungkin bernama William.
Sambil memikirkan mimpinya yang aneh, Yeon Jae mengunjungi seorang dokter yang ternyata adalah teman SD-nya (Um Ki Joon) karena perutnya sering sakit dan mulai membuatnya tidak nyaman. Dari pemeriksaaan yang dilakukan oleh Dokter Chae, terungkap fakta bahwa Yeon Jae mengidap kanker kandung kemih pada stadium terakhir.
Apa yang Terjadi Setelah Ketahuan Kanker?
Yeon Jae yang bingung, syok, dan marah langsung memutuskan untuk resign dari pekerjaannya. Dia mengambil semua tabungan yang sudah dia simpan selama sepuluh tahun dan memutuskan untuk menikmati hidup, membuat bucket list, sebuah daftar yang berisi hal-hal yang dia ingin lakukan sebelum mati.
Yeon Jae tidak ingin berakhir seperti ayahnya yang meninggal karena kanker. Sampai akhir hayatnya, ayah Yeon Jae menghabiskan waktu masuk dan keluar rumah sakit. Kelakuan Yeon Jae membuat ibunya bingung. Melihat anaknya yang tiba-tiba menganggur dan #dirumahaja padahal ga ada pandemi, membuat ibunya semakin gencar menyuruh Yeon Jae untuk mencari pria yang mau menikahinya.
Dear Ahjumma, kok bisa berpikir pernikahan adalah cara untuk mendapatkan hidup yang bebas dari masalah? Ada-ada aja ahjumma ini, dan banyak ahjumma lain di sejuta drakor.
Hal pertama yang dilakukan oleh Yeon Jae adalah pergi berlibur ke Pulau Okinawa di Jepang. Di sana dia memanjakan diri dengan memesan kamar mewah dan berpenampilan selayaknya turis asing. Ini adalah perjalanannya yang pertama ke luar negeri dan dia sangat bersemangat.
Tak disangka di Okinawa ada kesalahpahaman yang membuat dia disuruh menjadi tour guide untuk menemani Kang Ji Wook (Lee Dong Wook), yang mengunjungi pulau itu untuk melakukan survei demi pembuatan produk baru paket perjalanan wisata. Yak, betul sekali, Ji Wook adalah putra dari pemilik perusahaan darimana Yeon Jae baru saja resign.
Bukan drakor namanya kalau ga “lu lagi, lu lagi”.
Ji Wook yang tampan (of course), kaya (apalagi), sebenarnya ogah-ogahan untuk berkeliling Okinawa dengan Yeon Jae. Dia tidak memiliki tujuan hidup sendiri; tujuan hidupnya hanyalah untuk menyenangkan ayahnya yang membuang ia dan ibunya ketika bisnisnya mulai menapaki tangga kesuksesan. Akan tetapi, sepanjang daytrip mereka, Ji Wook tergugah oleh Yeon Jae dan passion-nya untuk memberikan perjalanan wisata yang tidak akan terlupakan oleh klien mereka.
Bukan drakor namanya kalau konflik tidak langsung muncul pada episode awal.
Tunangan Ji Wook tiba-tiba menyusul ke Pulau Okinawa dan memergoki mereka berdua. Walaupun tidak terjadi apa-apa, wanita ini sudah keburu ngegas begitu melihat Yeon Jae. Yeon Jae memang hengkang dari kantor milik bapaknya Ji Wook karena ia dituduh mencuri cincin seorang klien oleh si wanita jahat-tapi-karunya ini, walaupun tidak pernah ada bukti bahwa ia mencuri.
Ji Wook yang malas menghadapi konflik akhirnya mengikuti tunangannya pulang ke Korea dan meninggalkan Yeon Jae begitu saja. Yeon Jae yang patah hati karena diam-diam telah terpikat oleh sikap cuek Ji Wook, menangis di pinggir pantai, dan dihibur oleh seorang kakek tua yang mengajaknya berdansa tango dengan latar belakang matahari Okinawa yang sedang terbenam. Asyikkkk ….
Apa yang Terjadi Setelah Patah Hati?
Yeon Jae menemukan tujuan hidup, dong. Dia berpikir, okelah sebentar lagi mati, tapi itu bukan alasan untuk tidak belajar menguasai sebuah hal baru. Luar biasa ya tekadnya. Mulai bagian dia memanfaatkan waktu yang tersisa dengan sebaik-baiknya, saya bolak-balik mewek karena terharu.
Yeon Jae kemudian bergabung dengan sebuah klub dansa tango. Dia yang hanya tahu bekerja kantoran selama sepuluh tahun, tanpa hobi dan tanpa kehidupan sosial, jadi merasa bahagia karena ternyata dia bisa menari juga, lho. Akan tetapi, kesibukan barunya tidak serta-merta membuatnya melupakan Ji Wook. Apalagi setelah mereka tak sengaja bertemu kembali di Seoul yang luasnya hanya satu RT.
Ji Wook yang penasaran mulai mengikuti Yeon Jae ke mana-mana, termasuk ke tempat les dansa tango-nya. Tak dinyana, mereka berdua dipasangkan pada sebuah latihan dan mulailah rangkaian adegan yang sukses bikin penonton dugeun-dugeun. Bukan hanya karena baju penari wanitanya yang sangat minim, sentuhan kulit yang benar-benar lekat dan nempel kayak perangko. Lebih dari itu semua. Yeon Jae dan Ji Wook yang sedang menari tango berhasil bikin darah terkesiap karena intensitas tatapan mata di antara mereka berdua di sepanjang tarian.
Wahai kamu para penulis fiksi yang pengen nulis gimana wajah orang yang ke-gap udah jatuh cinta, tontonlah adegan ketika Ji Wook dan Yeon Jae disuruh berdansa berdua pertama kali.
Yeon Jae meletakkan kedua telapak tangannya di atas dada Ji Wook, merasakan detak jantungnya. Ji Wook tidak merangkul Yeon Jae, dia hanya men-support bagian bawah lengan atas Yeon Jae supaya mereka berdua memiliki kontak sepanjang latihan.
Begitu guru mereka menyuruh mereka mulai melangkah, Ji Wook melangkah maju dan Yeon Jae melangkah mundur. Tatapan Ji Wook tak lepas dari wajah Yeon Jae. Mata Yeon Jae berkaca-kaca ketika menangkap pancaran perasaan dari mata Ji Wook. Saking fokeus-nya mereka berdua tidak sadar bahwa punggung Yeon Jae sudah menabrak kaca.
Widiw, hatiku …. Baper, baper deh.
Lalu, Lalu Bagaimana?
Ya mulai deh tarik-ulur di antara mereka berdua, dan ga asyik kalau ga ada peran orang ketiga.
Dokter Chae yang ternyata sudah memendam rasa pada Yeon Jae sejak mereka masih SD, mulai menembakkan panah-panah asmara. Apalagi ketika Dokter Chae menjadikan menari tango sebagai program untuk membantu meningkatkan semangat hidup pasien-pasiennya yang mengidap kanker. Dia bahkan ikut belajar di tempat les yang sama dengan Yeon Jae dan mereka pun bertambah akrab.
Ji Wook yang hatinya mulai galau semakin mengejar-ngejar Yeon Jae, cemburuan pada Dokter Chae, dan menelantarkan rencana pernikahan dan merger bisnis yang diplot oleh ayahnya. Akting oppa kurang sip saat melawan ayahnya dengan cara memutuskan pertunangan secara sepihak. Namun akting bucinnya pada Yeon Jae top banget deh.
Ji Wook sangat bersemangat mendapatkan hati Yeon Jae, walaupun Yeon Jae sudah berkali-kali menolaknya. Mulai dari menyangkal perasaan sendiri, judes, marah-marah, sampai merajuk, semua sudah dilakoni oleh Ji Wook untuk menunjukkan bahwa dia tidak main-main, bahwa dia sudah beneran jatuh cinta. Begitulah pria yang sebelumnya tidak memiliki tujuan hidup. Begitu mencintai dan memiliki tujuan, dia akan kejar terus pantang mundur.
Mencintai Orang yang Sakit Itu Sulit
Itu yang dikatakan oleh ibu Yeon Jae dulu waktu almarhum suaminya masih hidup, tapi tidak bisa menjalani kehidupan dengan normal. Kehidupan keluarga mereka yang terdiri atas tiga orang hanya berkutat di sekitar urusan kesehatan bapaknya. Ekonomi pas-pasan, sekolah Yeon Jae berjalan seadanya, semuanya merasa sangat menderita dan tertekan.
Memori akan tahun-tahun yang melelahkan itulah yang membuat Yeon Jae tega berbohong pada ibunya tentang penyakitnya. Setiap kali dia harus dirawat di rumah sakit untuk kemoterapi, dia akan beralasan dia sedang bekerja sambilan di bekas kantornya dan pekerjaan itu mengharuskan dia traveling selama beberapa waktu. Memang ada sahabatnya yang menemani, tapi tidak bisa setiap waktu karena sahabatnya juga memiliki kehidupan dan masalahnya sendiri.
Ketika Ji Wook menyatakan perasaannya, Yeon Jae hanya mengkhawatirkan dia akan patah hati jika suatu saat Yeon Jae meninggal. Begitulah yang namanya cinta, yang dipikirkan hanya kebaikan pasangannya.
Ji Wook ngotot agar mereka jangan putus. Katanya, betapa sengsaranya Yeon Jae yang sakit dan harus menanggung kesakitan itu sendirian; Ji Wook menyediakan dirinya untuk menemani Yeon Jae. Yeon Jae sendiri hanya memikirkan masa depan dan kehidupan Ji Wook tanpanya. Bahkan ketika Ji Wook mengajaknya menikah selama mereka masih punya waktu, Yeon Jae menolak karena tidak mau mengikat Ji Wook pada sebuah kenangan yang pahit.
Mencintai orang yang sakit itu membutuhkan banyak komunikasi dan kebesaran hati. Hindari asumsi, katakan langsung apa yang dimaui. Salah satu hal yang membuat baper dan agak lelah sepanjang setengah bagian terakhir dari drama ini adalah permainan asumsi pada benak Ji Wook dan Yeon Jae. Saya yang merasa gemas agak ingin berteriak: “Please deh ah, bilang dong maunya sejujurnya apa!” Hehehehe.
Mencintai orang yang sakit itu paling sulit bagi si penderita sakit itu sendiri. Yang paling menjadi korban di dalam drama ini adalah Yeon Jae. Dia masih muda, tapi diprediksi berumur pendek. Dia berusaha kuat, berusaha tabah, berusaha memanfaatkan hari-hari yang ada, tapi banyak kali dia merasa semuanya akan berakhir sia-sia.
Bucket list pertama yang dibuat Yeon Jae berisi dua puluh hal yang dia ingin lakukan sebelum ajal menjemput. Dua item yang paling mengesankan buat saya dari daftar itu adalah:
- Ketika dia ingin ibunya menikah lagi supaya tidak sendirian ketika Yeon Jae meninggal.
- Ketika dia berfoto dengan gaun pengantin yang dia coba di sebuah toko. Tanpa pengantin pria, tanpa upacara pernikahan beneran. Yang tampak pada cermin hanya kecantikannya yang utuh sebagai seorang wanita yang pernah dan masih hidup.
Pesan Moral
Hitunglah hari-harimu supaya kamu beroleh hati yang bijaksana. Jangan pernah menyepelekan kehadiran orang-orang yang kamu cintai dan mencintaimu. Tunjukkanlah rasa cinta itu ketika waktu masih mengijinkan.
Terima kasih, Lee Dong Wook Oppa, untuk aktingmu yang prima dan menguras air mata. Melodrama ini akan menjadi salah satu melodrama terbaik dalam daftar drakor yang saya pernah tonton.
Sampai pada ulasan drama lawas berikutnya dari uri oppa!
Penulis novel dan cerpen dalam bahasa Inggris.
Penggemar filsafat, traveling, taekwondo, piano, buku, film, dan tentu saja drama Korea.
rijotobing.wordpress.com
Tinggalkan Balasan